akuu akan menulis segala hall di sini ... secara personal .... hi hi hi hi

Rabu, 29 September 2010

AKU ADALAH

created on 05.06.10

"cewek" adalah aku. Aku adalah diriku dan jiwaku ....
dan kodratku sebagai makhluk ciptaanNya , yang katanya nyaris sempurna . wakwakwak ...
Menjalankan kodrat sebagai wanita tidaklah mudah . ... Hmmh ... Bagaimana seeh Wanita ... ??? Mmmm .... yang apa yye???? Hmmm .... Wanita yang sempurna .,...?
In my opinion ... cialahhh ... ha ha ...
Wanita yang sempurna adalah wanita yang bisa menghargai dirinya dan hidupnya .. Juga wanita yang bisa dan dapat memberi manfaat pada orang orang dan lingkungan sekitarnya .. Terutama bagi orang orang terdekatnya ...
Karena ,, dari rahimnyalah penentu kehidupan mendatang dilahirkan menjadi generasi penerusyang baru ... yang akan memajukan bangsa ini ...
Jiiaghh ... dah sampe situ ... widh . widh .
Eittzzz ... bagaimana dengan mimpi seorang wanita ??
Dahulu RA.Kartini yang berjuang pertama kali ... sekarang mahh .. semua wanita berjuang untuk itu ..
Setiap wanita dapat meraih mimpinya tanpa harus memandang bagaimana dia , dan siapakah dirinya ...
Banyak wanita yang ingin mengubah dunia ,, tetapi tidak berfikir untuk mengubah dirinya sendiri ..
Dan aku tak mau itu .. karna aku beda .. perbedaan itu aku .. Aku selalu berusaha menikmati hidupku dengan tawa maupun tangis itu ..
Dan tanpa motivasi yang jelasaku nggak akan berubah menjadi bukan aku ..Tapi aku juga nggak mau cuma dianggap anak bawangf doang ...
Hmmmh .... uda hampir ngelantur nee ceritanya ..
Yauda elahhh ,,,, gapapa cerita disini sangat tepat ... disini tempatnya sangat personal; buad aku sama semua tulisan tulisan ini ....

hhhahahahahahahahahah ........
( saat jam kosong , malah gag ngerjain tugas )

Minggu, 26 September 2010

Lomba Cerpen 2009 se-Jogja by Whi-wid

LARA ITU AKU

Matahari mulai meredup. Hujan terus turun sejak pagi tadi. Langit begitu kelam seolah mendung kelamnya suasana hati yang sedang kacau.

Seorang gadis terus memandang hujan yang turun deras dari balik jendela kamarnya. Tangannya sibuk menulis sesuatu diatas buku dan matanya sesekali memandangi tulisannya, kemudian memandang hujan lagi ketika otaknya sedang berfikir. Semua hasil pengotakannya tertuang dalam tulisan buku kecil tebal ini, ini buku diarynya.

“Namaku Lara. Entah mengapa orang tuaku memberi nama itu. Biasanya nama itu punya arti, atau setidaknya orang tua memberi tahu arti nama anaknya. Namun, saat aku tanya Ibuku, dia hanya menyuruhku mencari sendiri arti nama itu, tentu saja aku binggung. Ibuku memang sering membinggungkanku. Belakangan aku mengetahui bahwa lara bermakna kesedihan. Sebuah nama hasil refleksi dari kesedihan ibuku. Ya, ibuku memang membesarkanku sendiri tanpa seorang suami. Mungkin didalam perjuangannya membesarku Ibuku selalu dalam kondisi tak mengenakkan.

Aku memang hidup berdua dengan ibuku. Katanya, ayahku tidaklah jelas. Mulai dari situlah kebingunganku. Aku binggung dengan sifat dan keberadaan ibuku. Kebingunganku adalah saat kubertanya tentang identitasku sendiri yang jelas beda dengan kebanyakan orang. Aku tak memiliki ayah, setidaknya dalam bentuk fisik. Ibu tidak pernah mau menceritakan selain dia berkata “Berhati-hatilah terhadap makhluk yang bernama laki-laki. Kau cantik dan kau perempuan”.

Aku tidak bertanya lagi selain aku sangat mengerti tentang adanya masa lalu yang kelam pada dunia ibuku. Hal lain yang membuatku juga binggung adalah aku tidak tahu pasti kapan Ibuku terlihat bahagia dan kapan ibuku terlihat sedih. Sepertinya ia sangat dingin memandang kehidupan ini, dia hanya sekedar menjalani kehidupan ini. Bila ku tanyakan berhubungan dengan hal itu, ibuku hanya berkata,” kau harus tau bahwa hidup ini hanya sementara.” Hanya itu yang di katakan, setelah itu dia membatu.

Keberdaan ibuku di kehidupan ini sendiri sungguh membinggungkanku. Apa pekjaan ibuku? Dari mana ibuku mencari rezki? Hidup pada lingkungan apa keseharian apa ibuku? Aku tidak tau jelas, karena ibuku sangat rapi menyembunyikan atau tepatnya mengemas semuanya. Ia hanya memberikan apa yang ku perlukan walau aku tak pernah memintanya. Ibu ku sangat mengerti aku dan sifatku, sedangkan aku sampai saat ini hanya menebak siapa ibuku. Aku memang pernah menduga jawaban semua pertanyaan tentang ibuku, tapi aku tak sangup melanjutkan karena rasa hormatku kepadanya

Aku dilahirkan dari sebuah keterpaksaan. Ibuku sendiri seperti tak mengiginkanya. Ayahku tak jelas / mungkin telah pergi, namun jenazahnya telah dikremasi waktu sekalipun. Apa bedanya? Hinga aku tak dapat mengenalinya dan sekedar melihat wajahnya.

Aku dilahirkan dari sebuah kedalaman rasa, bahkan aku merasa tak pernah ada logika dalam hidupku.semua rasa, ibarat seseorang tergores pisau tajam berkilau lalu ngilu, lalu perih, lalu limbung, itulah semacam itulah kehidupan yang telah menjadi ruang bagi gerakku. Ibu juga wujud dari itu. Bahkan guru dari rasa. Ia separti tak pernah berfikir. Ia membimbingku dengan rasa. Dan kini aku hadir menebar rasa buat siapa saja.

Manusia dilahirkan dalam kesucian. Begitu juga aku. Namun, dunia ini separti zat yang mengontaminasi segalanya. Walaupun mengatas namakan zaman yang carut marut. Banyak gadis yang dulu suci berseri, kini murung tak bermasa depan. Aku tak mau itu karenanya izinkan aku manjadi pemberontak sejati.

Oh…iya, tapi tak seharusnya aku disebut pemberontak karena aku justru berjalan di jalur yang benar. Tapi karena semua mengambil jalur yang berlawanan denganku, mereka menyebutku pemberontak. Dan aku menyebutku sendiri pemberontak sejati.

Hasrat itu memeng ada, tapi tapi ku simpan dalam dada. Aku manusia normal, tapi aku memiliki tubuh dan jiwa. Bila tubuhku tak terkendali maka jiwa ku turun tangan. Aku mahluk biologis, namun aku tak bias mengikuti mereka untuk mengikuti zaman seperti kebanyakan temanku yaitu berpacaran. Aku memang cantik, bukan hanya kata kebanyakan orang, tapi aku juga mengakuinya. Tapi cantik itu luka. Aku merasa kencantikanku adalah kutukan. Aku bertanya-tanya kenapa harus cantik? Kenapa harus yang cantik yang disukai orang? Kenapa tubuh yang cantik yang di cari orang? Emang cantik itu indah, tapi keindahan bukan hanya pada sesuatu yang cantik. Keindahan itu terlalu dangkal jika hanya diwakili oleh sekedar kecantikan. Cowok - cowok sering aku jumpai menghamba, bertekuk lutut padaku. Tapi setelah sadar, aku yakin terutama dari pandangan mereka yang penuh api, bahwa mereka nggak mencintaiku. Mereka hanya ingin aku. Tubuhki, bukan jiwaku.

Aku tahu, karena aku sering berimajinasi bahwa nafsu manusia terhadap dunia tak aka nada habisnya. Manusia cenderung pada sesuatu yang memiliki sensasi sehinga ia terbang, ekstase, dan terus… terus… terus sampai ia mati. Dan aku tak mau mati dalam keadaan demikian.”

Tiba-tiba saja gadis itu menghentikan tanganya yang sejak tadi menulis. Dia memandangi bayangan wajahnya di balik cermin. Wajah yang sudah tak dikenalinya lagi. Wajah yang dulu sering membuat teman-temannya iri. Karena keunikan yang khas kini tidak ada lagi, digantikan oleh wajah yang kurus dan pucat. Rambutnya yang dulu hitam dan tebal kini sudah hilang pesonanya akibat rontok yang berlebihan, mungkin sebentar lagi dia bahkan tidak bisa melihat sehelai rambut pun dikepalanya. Dia terisak… menangis …tanpa ia sadari air matanya mengalir, lalu ia memalingkan wajahnya dari cermin dan mengambil buku diary nya lagi. Untuk meredam semua yang ada dipikiranya. Ia menyalurkan dengan menulis pada diarynya. Seolah olah diarynya lah pasangannya saat ini. Dia tidak bias membayangkan bila tak ada buku hitam tebal itu.
“ karena kau adalah diriku, hidupku, rahasiaku, dan matiku” Gadis itu bergeming sembari memeluk dan menimang-nimang buku itu. Lalu dibukanya dan ia mulai menulis lagi.
Jelas detak-detak itu menyayat
Jelas detik-detik hanya menoreh
Kau adalah aku
Mengajakku menjadi angin kecil
Menemui siang, pagi, dan malam

Diary, aku tetap saja aku, dengan sosokku yang dahulu menurut orang adalah keindahan. Sebuah lesung pipit pada setiap senyumku. Aku memang tertawa-tawa, tapi mataku tak bisa berbohong. Aku sedih diatas keceriaan. Aku sepi diatas kehingar-bingaran. Aku lenyap. Aku yang ada adalah aku yang tiada memang membingungkan. Aku seorang penyendiri sekarang. Hanya ada kau dan tubuhku sekarang.

Dua bulan lalu aku masih gadis remaja biasa yang menikmati masa-masa terindahku di SMA. Aku masih gadis sehat dan mampu melakukan banyak hal tanpa harus merasa cemas kalau tiba-tiba aku pingsan di tengah lapangan. Tapi kenapa?! Kenapa aku harus mengalami semua ini?! Kehidupanku tidak berubah membaik malah bertambah buruk setelah 2 bulan yang lalu dokter memvonisku mengidap kanker otak. Sebuah penyakit yang orang lain tidak akan menduga bertenger di dalam tubuhku ini, badanku yang sehat . Tapi lihat sekarang kenyataan ini aku dapat karena salah satu orang tua ku mengidap penyakit ini. Lalu pada siapa aku harus menyalahkan? Setelah di check ibu ku tidak positif terkena penyakit itu. Lalu…? Ayahku..? yang aku belum pernah merasakan kehadiranya sekalipun dalam hidupku.

Arrgh … semua ini muncul dihadapkanku seperti desiran angin malam saat jendela masih terbuka, atau seperti guyuran hujan lebat saat aku tak berpayung,

Bila tubuh adalah modal social, sebuah kekayaan yang dipertaruhkan, akulah orang yang fakir itu sekarang akulah si miskin itu, yang dahulu mensyukuri keindahan semua itu. Setidaknya aku adalah 3 individu yaitu tubuhku, diriku, dan diaryku. Itu semua adalah aku yang tak bisa dipisahkan. Saat ini aku hanya bisa ngobrol bersama tubuhku dan diaryku. Jika temanku sering menghabiskan waktu di sebuah mall,hanya untuk memenuhi hasrat yang tak bisa mereka tolak. Aku kini juga selalu menghabiskan waktu untuk sekedar memenuhi hasrat yang tak bisa ku tolak dengan dua temanku lainya, dengan tubuhku dan diaryku.

Dan disinilah aku. Di sebuah kamar rumah sakit kanker. Tidak pernah ku bayangkan sebelumnya aku akan menjadi pasien disini dalam jangka waktu yang bahkan tidal dapat diperkirakan. Mengingat kondisiku yang bisa naik turun kapan pun. Aku sempat berfikir kenapa sih tuhan ngak adil banget? Lalu kenapa harus berlarut? Justru sekarang aku tidak pernah kehilangan keyakinan terhadap hidup ini. Aku tidak pernah memusuhi jalan hidupku yang sekarang harus ku lakukan adalah memanfatkan hidupku dengan gengku : tubuhku, jiwaku, dan diaryku. Memberikan kenangan manis untuk diriku dan ibuku karna hanya dialah satu-satunya orang yang ku punya. Aku ingin bisa seperti pelangi, memberikan keindahan pada yang melihaatnya dan kemudian menghilang dengan anggun.

Kenapa?
Kenapa tubuh ? kenapa topeng ? kenapa masalah? Kenapa seperti kiamat ? Saat tubuh kompromi dengan mimpi, kenapa? Tidakkah bodoh? Menyiksa diri? Mengapa seperti pelangi pada kekeringan akibat kemarau panjang. Lalu mengutuk tuhan lalu musnah saja. Kenapa tak musnah saja?
(Sebuah malam menuju kekekalan yang menyakitkan) . By Lara.

Aku sadar, aku hanya terbawa emosi saja. Ahhh …kenapa aku begitu melankolis? Entahlah , hanya jiwaku dan kau yang tau.

Hari ini kebebasan itu kupu-kupu
Kupu-kupu itu kebebasan
Aku hanya ingin gapai
Hanya lelah..
Hanya lelah…

Ya… kupu-kupu selalu mengalami metamorfosis tapi keindahanya selalu ditunggu orang. Kenapa aku sebaliknya?”

Lara pun menutup kembali diarynya . Dulu mimpi itu dihadapan mata, menjadi Model hampir terwujud. Karena dia punya modal untuk itu. Kecantikan, kepandaian. Mimpi lainya adalah menjadi penulis terkenal. Dia bahkan seperti bisa menemukan hidup yang sebenarnya pada karya sastra. Dia banyak belajar dari tragedi – tragedi kemanusiaan dalam sebuah karya sastra. Sehinga dia mencoba arif dalam menyikapi hidunya sendiri yang berat oleh karena itu Lara tergelitik juga untuk menulis karya sastra.

Saat ini empat bulan telah ia lalui dalam kesendirian.

Dia sudah mempersiapkan semuanya. Bahkan ibunya mendukung cita-cita itu, sebelum kenyataan pahit ini menimpa hidupnyan. Ayahnya yang menghadirkan dia di dunia ini juga akan membunuh cita-citanya pelan-pelan dengan Ia harus membawa penyakit orang yang asing dalam hidupnya, menjadi bagian penderitaanya. Malam itu Lara tertidur dan di dalam mimpinya dia bertemu dengan ayahnya, ayah yang tidak pernah ia lihat sebelumnya, ayahnya mengajak dia tinggal bersamanya ditempat yang indah seperti yang sering dia bayangkan sewaktu kecil. Tempat yang bagus banget , banyak bunga, pepohonan, udaranya sejuk, rasanya nyaman banget bareng ayahnya. Ngak terasa hari sudah malam Lara teringat ibunya dan teringat sifat ibunya yang sangat membenci ayahnya. Ayahnya tetap memaksa Lara tapi dengan susah payah Lara dapat terbangun, pas Lara buka mata ada ibunya seorang diri bukan ayahnya lagi melihat Lara , dia menangis dan langsung memeluk Lara. Teryata Lara tadi lagi koma yang cukup panjang…. Ya ampun Lara ngak kebayang kalo tadi terima ajakan ayahnya.

“Aduh … akhir - akhir ini kepala Lara sering sakit. Enggak tau kenapa, kayaknya sebentar lagi Lara pergi, deh! Bukanya aku ingin ningalin kamu, diary
Bukanya pengen ningalin Ibu, tapi…

Duh …kepala Lara sakit banget. Dari kemaren sakitnya enggak berhenti. Lara nggak kuat lagi … Lara udah nggak tahan sama sakitnya.”

Sabtu, 19 September 1993

Diary … hari ini Lara nggak ngrasain sakit lagi. Rasanya udah nggak punya tenaga lagi. Satu-satunya yang bisa Lara bisa kerjain Cuma nulis ini. Hari ini dokter sudah ngebolehin Lara makan apa saja yang lara suka. Lara ngrasa hidup lara tinggal beberapa jam lagi. Bagaimana dengan 3 mimpiku…?
Mimpi itu adalah :
1. Menjadi penulis terkenal (Ini adalah impian terbesar dalam hidupku)
2. Membahagiakan Ibuku (Aku ingin melihat Dia tertawa lepas)
3. Melihat, mengetahui, merasakan sosok ayah. Yang selama ini aku sangat merindukanya.

Mungkin aku harus merelakanya terbawa angin dan lenyap begitu saja. Lalu bagaimana dengan geng ku yaitu tubuhku, jiwaku, dan diaryku yang menjadi kesatuan selama ini. Yang mengajakku bertahan, mungkinkah kita bertiga akan terbisah jarak, ruang dan waktu ? Mungkin dengan berakhirnya diary ini, hari-hari Lara yang lara juga bakal berakhir. Lara ingin mendapat kehidupan yang baru, kehidupan ke dua Lara yang tak akan lara bersama ayahku. Maaafin diriku, tubuhku!!, maafin Lara, diaryku…
Mungkin tuhan punya rencana dibalik semua ini. Selamat tinggal tubuhku, selamat tinggal diaryku… selamat tinggal Ibu..Lara selalu sayang sama Ibu.

Tanpa terasa mata Lara tertutup, didalam tidur panjangnya terdapat senyum yang indah di wajah Lara. Walaupun tiga bagian dari dirinya terpisah, tubuhnya kini telah dimakamkan dengan baik. Diarynya kini telah di bukukan menjadi sebuah novel yang melambungkan namanya. Sekarang semua orang bisa membaca diarynya dan termotivasi dengan semangat seperti Lara. Dan jiwanya telah tenang di dunia yang kekal dan abadi.

Mungkin kali ini Lara bisa melihat sosok Ayahnya.

Song Lyric "DIARY DEPRESI KU"

Malam ini hujan turun lagi ,   
Bersama kenangan yang mungkin luka di hati ,
Luka yang harusnya dapat terobati ,
Yang ku harap tiada pernah terjadi ,

Ku ingat saat Ayah pergi,
dan kami mulai kelaparan
Hal yang biasa buat aku,
hidup di jalanan
Disaat ku belum mengerti,
arti sebuah perceraian
Yang hancurkan semua hal indah,
yang dulu pernah aku miliki

Wajar bila saat ini,
ku iri pada kalian
Yang hidup bahagia berkat suasana indah dalam rumah
Hal yang selalu aku bandingkan dengan hidupku yang kelam
Tiada harga diri agar hidupku terus bertahan

Mungkin sejenak dapat aku lupakan
Dengan minuman keras yang saat ini ku genggam
Atau menggoreskan kaca di lenganku
Apapun kan ku lakukan, ku ingin lupakan

Namun bila ku mulai sadar,
dari sisa mabuk semalam
Perihnya luka ini semakin dalam ku rasakan
Disaat ku telah mengerti,
betapa indah dicintai
Hal yang tak pernah ku dapatkan,
sejak aku hidup di jalanan

Wajar bila saat ini, ku iri pada kalian
Yang hidup bahagia berkat suasana indah dalam rumah
Hal yang selalu aku bandingkan dengan hidupku yang kelam
Tiada harga diri agar hidupku terus bertahan



bersama kenangan yang mungkin luka di hati,
luka yang harusnya dapat terobati,
yang ku harap tiada pernah terjadi,


bersama kenangan yang mungkin luka di hati,
luka yang harusnya dapat terobati,
yang ku harap tiada pernah terjadi,

Cerpen 1

ISTRI PALING SEMPURNA

Aku tak mencintaimu seperti engkau adalah mawar, atau topas, atau panah anyelir yang membakar. Aku mencintaimu selayaknya beberapa hal terlarang dicintai, diam-diam di sela-sela bayangan dan sukma.*

Aku adalah suami yang lemah lembut dan sangat mencintai istriku. Dialah satu-satunya perempuan di dunia ini yang bertahta dalam hatiku. Aku tidak pernah sedikit pun memukulnya, apalagi mencaci maki. Aku tidak pemabuk, bukan penjudi, tidak pernah menyentuh narkoba, dan tak pernah terpikirntuk berselingkuh. Sempurna bukan? Aku ingat lagu When A Man Loves A Woman. Dengarkan, itu bukan lagu cengeng, ya.

Kami menikah pada musim yang kaya dengan matahari tropis dan angin lembut bertiup manja dari pori-pori awan. Hujan daun berjatuhan dari ranting ketika kami saling mengucapkan janji seia sekata, sehidup semati. Dalam untung dan malang. Dalam suka dan duka. Dalam sakit dan sehat. Sampai maut memisahkan. Kuucapkan sumpahku sepenuh hati. Niatku memang tulus dan suci. Hari itu aku diliputi udara kebahagiaan yang membuatku mabuk kepayang, bagai menenggak berpuluh-puluh sloki scotch. Belum pernah kulihat istriku tampak demikian cantik dan bercahaya. Benar, dia sungguh-sungguh bersinar, seakan dia menjelma menjadi peri kunang-kunang. Aku terharu, terapung-apung oleh ombak lembut di samudra cintaku kepadanya.

Jangan katakan aku adalah lelaki yang cengeng atau melankolis, yang mudah tersentuh oleh hal-hal seperti itu. Apa pun suasananya, aku akan selalu tersentuh jika melihat kehadiran istriku. Dia mampu mewarnai hidupku dan menciptakan pelangi setelah hujan turun. Dia adalah kumparan intan permata yang selalu kusemat dalam lorong jiwa tergelapku.

Malamnya, kami bercinta di atas ranjang hotel kami yang romantis bertabur puluhan kelopak mawar. Kucium belakang telinganya yang wanginya seharum rumpun cemara pada pagi hari. Kuusap bibirnya yang lembut dan kenyal bagai jeli manis berwarna merah delima. Kurasakan degup jantungnya yang stabil dan menenangkan pada tanganku. Cintaku meleleh, membungkusnya rapat-rapat, dari ujung rambut terjauhnya sampai telapak kaki mungilnya. Oh, dia begitu rapuh dan indah. Tak pernah aku merasakan kekuatan dalam tubuh ini yang ingin selalu melindunginya dari segala marabahaya. Aku menatap istriku tanpa henti, seakan waktu tak pernah berputar dan musim tak pernah mengudar. Aku mati-matian menahan diri agar tidak jatuh tertidur, agar detik itu mengkristal, menjadi keabadian, tapi toh mata memang dapat mengkhianati hati. Ketika aku menutup kelopak mataku, aku masih merasakan bayangnya yang hidup dan bergerak dalam mimpiku.  

Dua bulan kemudian, istriku menyampaikan berita paling manis yang pernah kucecap. Dia hamil. Aku akan menjadi ayah dan dia akan menjadi ibu. Bagai berjalan di atas tanah basah setelah hujan embun, aku merasakan hidupku sungguh lengkap. Kami berlayar di dunia yang penuh manis gulali. Tidak pernah aku ingin memutar perahu ini kembali pada dermaga yang dulu.

Ketika kandungannya berusia tiga bulan, istriku keguguran. Aku menolak mengatakan bahwa itu adalah peristiwa tersedih yang pernah kualami. Tidak, peristiwa itu membuat cintaku semakin dalam padanya. Ketika rahimnya dibersihkan, aku ngotot untuk mendampinginya, menggenggam jemarinya yang pucat. Dokter sibuk di ujung tungkai kakinya, menyedot sisa-sisa anak kami dengan alat medis yang tampak seperti vacuum cleaner bagiku. Istriku dibius tidur. Aku menatap matanya yang terkadang berkedut. Aku tenggelam dalam mimpinya, memagut tubuhnya rapat dalam pelukanku.

Enam bulan kemudian dia hamil lagi. Kebahagiaan kami mendapatkan bayi hanya seumur jagung. Dua bulan setelahnya, dia kembali keguguran. Kali ini tangisnya bagai kawah gunung berapi yang sedang menggelegak. Dia ingin mengecek kondisi medisnya. Istriku geram, istriku penasaran, istriku berkabung. Apa gerangan yang membuatnya selalu keguguran? Aku mendampingi dan mendukungnya dalam setiap keputusannya. Berbulan-bulan dia menjelajahi hutan medis. Tes darah. Tes kesehatan. Tes fisik. Tidak apa-apa, kata semua dokter. Keguguran adalah hal normal yang terjadi pada calon ibu. Aku menggenggam tangannya erat-erat ketika kepalanya jatuh tertunduk layu di ruang konsultasi dokter.

Setahun kemudian, dia hamil lagi. Kali ini dia bertekad untuk menjaga kandungannya. Istriku beristirahat total di rumah. Dia menyiapkan sarang kecil di kamar kami. Tiap hari kulihat dia bergelung di atas ranjang, tidak melakukan apa-apa, hanya berbaring dan bermeditasi. Tidakkah kamu bosan, tanyaku. Tidak, katanya. Ini semua kulakukan untuk anak kita tercinta, begitu jawabnya penuh kasih sayang. Kuperhatikan dirinya dalam gelegak diam yang penuh kebahagian ketika melihat perutnya semakin membuncit. Istriku terlihat semakin seksi, sensual, dan menggairahkan. Sembilan bulan melaju demikian cepat. Dia melindungi janinnya baik-baik. Aku berterimakasih kepadanya atas pengorbanannya yang begitu besar.

Pagi itu ketika embun pertama menetes, dia melahirkan bayi-bayi kami. Ya, bayi-bayi. Bukan hanya satu bayi. Kami mendapat anugrah dua kali lipat. Bayi kembar yang manis. Sepasang lelaki dan perempuan. Tak pernah kurasakan kebahagiaan ini; begitu agung, begitu mewah. Kami memberi nama mereka Sabiya yang berarti pagi hari dalam bahasa Arab serta Liko yang berarti dilindungi oleh Buddha dalam bahasa Cina. Dua nama yang benar-benar berbeda; berasal dari dua kebudayaan, dua bahasa, dan dua agama besar. Aku mencium dua permata kami sebelum kembali ke ruang perawatan ibu, mengunjungi kekasih hatiku.

Aku mencintaimu seperti tumbuhan yang urung mekar, dan membawa jiwa bunga-bunga itu di dalam dirinya, dan karena cintamu, aroma bumi yang pekat tumbuh diam-diam di dalam tubuhku.*

&    &    &

Aku tidak pernah berhenti mencintainya. Hanya istriku yang menjadi tiang utama perhatianku dalam hidup. Hanya dia seorang, tak ada lagi. Setelah melahirkan, dia berubah. Perhatiannya yang dulu bertubi-tubi untukku menjadi berkurang. Sering kali aku diabaikan. Sering kali aku didiamkan. Aku selalu bersabar menghadapinya. Kata orang, demikianlah perempuan yang baru melahirkan. Hormonnya berganti-ganti.

Dia senang mendekam dalam rumah sekarang. Jarang ingin keluar jika kuajak berjalan-jalan. Mengenakan daster setiap hari, tak pernah berdandan lagi. Tubuhnya bau susu. Aku heran, mengapa dia perlu membuat susu sebanyak itu. Katanya anak-anak kami menyusu dengan rakus. ASI-nya tidak mencukupi. Aku terdiam mendengar penuturannya.
  
Pada hari anniversary kami yang kelima, kuajak dia pergi mengunjungi negeri paling romantis yang pernah ada di dunia. Aku telah memesan perjalanan first class, hotel five stars, dan restoran mewah yang akan memanjakan kami berdua. Selama sepuluh hari itu aku ingin memusatkan perhatian hanya untuk dirinya saja. Tapi yang terjadi malah sebaliknya. Aku malas pergi, katanya. Kasihan bayi-bayi kami tak diajak serta. Aku gigih memaksanya, sampai akhirnya dia bersedia mengepak koper-koper kami dan menghabiskan sepuluh hari selanjutnya bersamaku saja.

Aku bahagia, melihat dia kembali menjadi istriku yang dulu. Dia tampak bergairah. Cintanya membara untukku. Kami bercinta setiap hari selama sepuluh hari. Kuisap buliran madu yang menetes turun dari rambut hitamnya. Kuhirup lelehan karamel yang mengilapkan tubuhnya. Aku mencintainya sepenuh hati, demi Tuhan. Kami adalah pasangan abadi yang dirancang oleh surga.

Ketika pulang, baru mencapai pegangan pintu, istriku kembali berubah lagi. Kurasakan cintanya padaku segera menyusut. Perhatiannya langsung terampas oleh hal-hal lain. Bayi-bayi kita rindu, demikian penjelasannya. Aku tidak percaya bayi-bayi dapat merindu. Kudiamkan dirinya selama berjam-jam sampai malam menjemput. Istriku tak menyadari kesedihanku. Dia sibuk di kamar, bersama bayi-bayi. Kudengar pekikan riangnya dari kamar kami yang kini semakin sepi. Istriku memutuskan tidur di kamar anak-anak agar selalu dekat dengan mereka.

Tahun-tahun pun terpeleset, meluncur cepat bagai kereta jet costar di taman bermain. Kata istriku, si kembar kini telah berusia lima tahun. Dia hendak mengadakan pesta besar-besaran. Untuk pertama kalinya, aku tidak setuju dengan pendapat istriku. Untuk apa pesta, kataku menjelaskan lemah lembut. Tapi dia ngotot, sehingga kami pun bertengkar hebat. Kukatakan padanya untuk segera melupakan ide itu. Dia tersinggung. Katanya aku lelaki egois yang mementingkan diri sendiri. Pedih hatiku mendengarnya. Tidak pernah secuil pun aku memikirkan diri sendiri di atas kepentingannya. Pesta terlupakan tapi perkelahian kami bagai bibit yang siap pecah untuk menumbuhkan tunasnya.

Aku lelah dengan rengekannya tentang kenakalan anak-anak. Aku tidak ingin mengomentari tentang kesukaannya mendadani Sabiya dan kebanggaannya terhadap ketampanan Liko. Aku capek dengan ceritanya tentang kemajuan anak-anak di sekolah. Aku tidak ingin sibuk mencari segala hal yang terbaik buat anak-anak.

Jangan salah. Aku bukannya tidak ingin membantu kerepotannya dalam rumah tangga, aku hanya lelah. Aku tidak ingin melakukan apa-apa lagi. Aku hanya menginginkan cintanya yang dulu begitu meledak-ledak padaku. Padahal cintaku padanya masih dahsyat. Masih legit. Sering kali aku melamun memerhatikan dirinya di meja makan. Baru saat mulutku hendak bercerita tentang segala hal yang ingin kuceritakan padanya—kegiatan yang dulu sering kami lakukan, dia mendadak harus mengomeli anak-anak. Katanya anak-anak tidak menghabiskan sop mereka. Terpaksa aku diam lagi. Dengan layu dan sedih kuperhatikan wajahnya yang menua, tampak garis-garis kerutan di sana sini. Aneh. Bukannya dia bertambah buruk di mataku, istriku semakin cantik jelita.

 Aku mencintaimu tanpa mengerti bagaimana, sejak kapan, atau dari mana. Aku mencintaimu dengan sederhana, tanpa kebimbangan, tanpa kesombongan. Aku mencintai seperti ini, karena tak ada cara lain untuk mencintai.*

&    &   &

Dua puluh tiga tahun telah berlalu. Dua puluh tiga tahun aku telah menikah dengannya. Dua puluh tiga tahun aku tak pernah surut mencintai istriku. Dia pilar hidupku. Dia cahaya mercusuarku. Dia bertahta di jiwaku selamanya.

Tapi kali ini terlalu kelewatan. Istriku semakin menuntut macam-macam dariku. Si kembar akan berusia tujuh belas tahun, katanya. Mereka pengin pesta sweet seventeen di hotel termewah di kota ini. Acaranya harus sempurna. Dia tidak peduli dengan harga katering atau even organizer yang akan disewa olehnya. Sebenarnya aku peduli, tapi aku diam. Karena aku mencintainya, kubiarkan dia melakukan hal-hal yang disukainya. Demi anak-anak, katanya memohon. Sekali dalam hidup kita, biarlah kita menyenangkan anak-anak.

Pesta itu sangat mewah. Ballroom terbesar disewa olehnya. Makanan berlimpah untuk ratusan tamu. Ruangan itu dihias, didekor dengan sempurna. Aku tidak ingin datang ke pesta. Aku sengaja berlambat-lambat di kantor, menyibukkan diri dengan meeting. Sebenarnya aku ingin ke luar kota saja, mengadakan perjalanan bisnis, biar tidak usah menghadiri pesta yang menurutku bodoh itu. Tapi istriku memohon agar aku tidak pergi ke luar kota. Entah untuk keberapa ratus kalinya, kukabulkan permohonannya. Gara-gara itu, dia menerorku dengan telepon sepanjang hari, mengingatkanku agar pulang cepat dan pergi ke pesta dengannya.

Akhirnya setelah berhasil mengulur waktu selama dua jam lebih, aku pulang juga. Di rumah, mata istriku tampak sembap karena terlalu lelah menungguku. Baiklah, aku menyerah. Aku sungguh mencintainya karena itu kupaksakan diriku mengenakan jas hitam yang telah disiapkan olehnya. Istriku tampak berseri-seri dalam balutan gaun pestanya. Aku jadi ingat malam pernikahan kami. Betapa cantiknya dia. Betapa bersinar-sinarnya dia. Jika harus kulakukan hal ini untuk membahagiakannya, aku tak perlu berpikir dua kali.

Di ballroom, pesta nyaris mulai. Kugandeng tangan istriku yang terasa dingin dan pucat. Para pelayan hotel berdiri di setiap ujung, mengamati gerak-gerik kami. Aku tersenyum, mengangguk kepada mereka. Istriku berjalan ke tengah ruangan. Aku berdiri di sana bersamanya. Aku ingat lagi ketika kami menikah, berjalan berdua, setengah mati berbahagia. Jika hidupku ditakdirkan untuk mencintainya, biarlah kuarungi jalan ini.

Di tengah ruangan, kami berdiri berdua. Hanya berdua. Sepasang kakek-nenek bergandengan penuh cinta. Tak ada siapa-siapa di ballroom. Kutatap matanya yang mulai merabun. Dia berbisik lirih agar aku memaafkan dirinya yang bodoh. Aku menatapnya masih dengan penuh cinta dan haru. Aku tidak pernah punya simpanan maaf untuknya, karena di mataku dia tak pernah salah.

Anak kami, Sabiya dan Liko, hari ini memang berusia tujuh belas tahun.Tujuh belas tahun yang lalu, mereka meninggal setelah dilahirkan istriku. Sepasang bayi kembar siam dempet di kepala itu hanya bertahan empat jam di pelukan lembut istriku. Kami menguburkan mereka. Ini tidak benar. Orangtua tidak seharusnya menguburkan anak, melainkan kebalikannya. Istriku tidak hanya menguburkan anak-anak kami, dia juga harus rela menguburkan mimpinya memiliki anak kandung. Rahimnya mati bersama bayi-bayi tercinta kami. Terus terang, aku tidak pernah peduli dengan kenyataan itu. Bagiku, dia tetaplah istriku yang paling sempurna.

Kugandeng kekasihku dan kuberikan sinyal kepada para pelayan agar segera memulai pesta. Musik pun mengalun dari orchestra yang disewa khusus olehnya. Makanan disajikan. Aku memeluk istriku di tengah-tengah ruangan. Perlahan-lahan, lampu kristal meremang dan hujan kelopak mawar berjatuhan dari atas. Kuayun langkahnya, kudekap tubuh hangatnya, dan kucium pipinya. Kami berdansa sampai malam menggigit bulan. Hanya kami berdua, saling menyentuh penuh kasih sayang. Hanya kami berdua, karena aku sangat mencintainya. Sesederhana itu. Sungguh.

Di sini, di mana "aku" dan "kau" tiada, begitu erat, hingga tanganmu di atas dadaku adalah tanganku. Begitu erat, hingga ketika kau tertidur, kelopak matakulah yang tertutup.*

Kamis, 23 September 2010

Diary Depresi Ku

  • Lirik Lagu Diary Depresiku

    Artist : Last Child malam ini hujan turun lagi,
    bersama kenangan yang mungkin luka di hati,
    luka yang harusnya dapat terobati,
    yang ku harap tiada pernah terjadi,

    ku ingat saat ayah pergi dan kami mulai kelapran,
    hal yang biasa buat aku hidup di jalanan,
    di saat ku belum mengerti arti sebuah perceraian,
    yang hancurkan semua hal indah yang dulu pernah aku miliki,

    wajar bila saat ini ku iri pada kalian yang hidup bahagia berkat susana indah dalam rumah,
    hal yang selalu aku berikan dengan hidup ku yang kelam,
    tiada harga diri agar hidup ku terus bertahan,

    mungkin sejenak dapat aku lupakan,
    dengan minuman keras yang saat ini ku genggam,
    atau menggoreskan kaca di lengan ku,
    apapun kan ku lakukan ku ingin lupakan,

    namun bila ku muliai sadar dari sisa mabuk semalam,
    perihnya luka ini semakin dalam ku rasakan,
    di saat ku telah mengerti betapa indah di cintai,
    hal yang tak perah ku dapatkan sejak aku hidup di jalanan,
  • Lirik Lagu Diary Depresiku

    Artist : Last Child malam ini hujan turun lagi,
    bersama kenangan yang mungkin luka di hati,
    luka yang harusnya dapat terobati,
    yang ku harap tiada pernah terjadi,

    ku ingat saat ayah pergi dan kami mulai kelapran,
    hal yang biasa buat aku hidup di jalanan,
    di saat ku belum mengerti arti sebuah perceraian,
    yang hancurkan semua hal indah yang dulu pernah aku miliki,

    wajar bila saat ini ku iri pada kalian yang hidup bahagia berkat susana indah dalam rumah,
    hal yang selalu aku berikan dengan hidup ku yang kelam,
    tiada harga diri agar hidup ku terus bertahan,

    mungkin sejenak dapat aku lupakan,
    dengan minuman keras yang saat ini ku genggam,
    atau menggoreskan kaca di lengan ku,
    apapun kan ku lakukan ku ingin lupakan,

    namun bila ku muliai sadar dari sisa mabuk semalam,
    perihnya luka ini semakin dalam ku rasakan,
    di saat ku telah mengerti betapa indah di cintai,
    hal yang tak perah ku dapatkan sejak aku hidup di jalanan,
  • Lirik Lagu Diary Depresiku

    Artist : Last Child malam ini hujan turun lagi,
    bersama kenangan yang mungkin luka di hati,
    luka yang harusnya dapat terobati,
    yang ku harap tiada pernah terjadi,

    ku ingat saat ayah pergi dan kami mulai kelapran,
    hal yang biasa buat aku hidup di jalanan,
    di saat ku belum mengerti arti sebuah perceraian,
    yang hancurkan semua hal indah yang dulu pernah aku miliki,

    wajar bila saat ini ku iri pada kalian yang hidup bahagia berkat susana indah dalam rumah,
    hal yang selalu aku berikan dengan hidup ku yang kelam,
    tiada harga diri agar hidup ku terus bertahan,

    mungkin sejenak dapat aku lupakan,
    dengan minuman keras yang saat ini ku genggam,
    atau menggoreskan kaca di lengan ku,
    apapun kan ku lakukan ku ingin lupakan,

    namun bila ku muliai sadar dari sisa mabuk semalam,
    perihnya luka ini semakin dalam ku rasakan,
    di saat ku telah mengerti betapa indah di cintai,
    hal yang tak perah ku dapatkan sejak aku hidup di jalanan,
jum'at , 24 September 2010

Semalam kemarinn aku dengar cercaan , makian, pemberontakan, dan banyak banged hal hal yang seharusnya tak nyampe terdengar di telinggaku juga adikku ......
Akku benci perkelahian, Akku benci adu mulut itu
Aku menghindari Pemberontakan , Karna di dunia ini aku lahir untuk suatu perdamaian.......
Thankksss buad  Mr , Mrs Marsudi Utama yang telahh menciptakan monster dalam diriku ini ...
Terimakasihh karna mkalian telah menjadi yang terbaik , juga yang aku hindarii ....
Dalam hati ini aku sayang kalian , dan masih selalu menjadi orang yang sayang kalian ,,, sampai saat ini dan selamanya..... sampai tubuh ini kembali kepada NYA .......

( malam yang dingin , dan bukan karena angin ataupun cuaca )
  • Lirik Lagu Diary Depresiku

    Artist : Last Child malam ini hujan turun lagi,
    bersama kenangan yang mungkin luka di hati,
    luka yang harusnya dapat terobati,
    yang ku harap tiada pernah terjadi,

    ku ingat saat ayah pergi dan kami mulai kelapran,
    hal yang biasa buat aku hidup di jalanan,
    di saat ku belum mengerti arti sebuah perceraian,
    yang hancurkan semua hal indah yang dulu pernah aku miliki,

    wajar bila saat ini ku iri pada kalian yang hidup bahagia berkat susana indah dalam rumah,
    hal yang selalu aku berikan dengan hidup ku yang kelam,
    tiada harga diri agar hidup ku terus bertahan,

    mungkin sejenak dapat aku lupakan,
    dengan minuman keras yang saat ini ku genggam,
    atau menggoreskan kaca di lengan ku,
    apapun kan ku lakukan ku ingin lupakan,

    namun bila ku muliai sadar dari sisa mabuk semalam,
    perihnya luka ini semakin dalam ku rasakan,
    di saat ku telah mengerti betapa indah di cintai,
    hal yang tak perah ku dapatkan sejak aku hidup di jalanan,

Selasa, 21 September 2010

CINTA ITU

21 September 2010
Cinta memang harus saling membagi ...
Cinta memang sederhana . Tidak sulit dan tidak merepotkan .. Cinta sejati adalah cinta yang bertali tajk kasat mata. Tak terlihat tapi terasa. Tak teraba tapi terduga.
Jangan menyalibkan cinta itu sendiri .
Cinta... adalah kekuatan , kekuatan untuk berani merelakan pergi , walau itu menyakitkan.
Cinta... adalah ketabahan , ketabahan untuk menerima hal hal yang sangat sulit diterima.
Cinta... adalah keabadian krn cinta atu adalah jantung, pemberi kehidupan.
Bentuk lambang cinta, yang itu juga berarti jantung. Sebenarnya sihh jantung gak romantis2 amat. Dia itu kuli,tahuu... Pekerja keras selama24 jam nonstop tanpa henti.
Lambang cinta = Lambang jantung karena jantung adalah organ pemberi hidup . Cinta kan juga begitu. Cinta adalah alasan manusia untuk hidup .
Cinta itu hangat. Cinta adl alasan utama bagi manusia untukterus hidup. ( Raison d' ETRE )
Terkadang cinta memang sulit dikatakan..
Cinta... pada akhirnya memang menjadi penyelamat
Cinta... pada akhirnyamemeng menjadi sepasang sayap.
Anugerah cinta yang dimiliki manusia memang mempunyai kekuatan mahadasyat...

(Suatu soree disaat rintik rintik hujan bernyanyi)